SATUKLIKMEDIA.COM, JAKARTA– Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang menyiapkan revisi aturan perpajakan untuk aset kripto. Langkah ini dilakukan menyusul perubahan status kripto, yang kini dikategorikan sebagai instrumen keuangan, bukan lagi sekadar komoditas.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, memastikan aturan baru sedang difinalisasi. “Dulu kami mengatur kripto sebagai komoditas. Sekarang, ketika ia beralih menjadi financial instrument, aturannya harus kita sesuaikan,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (22/7/2025), dikutip dari Kontan.
Meski detail aturan belum diungkap, Bimo menegaskan revisi ini penting agar regulasi tetap relevan dengan perkembangan teknologi dan dinamika pasar aset digital.
Perubahan regulasi ini juga selaras dengan alih pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2025. Pergeseran ini menandai bahwa pemerintah kini memandang kripto sebagai bagian dari ekosistem keuangan nasional, bukan hanya aset digital spekulatif.
Saat ini, pajak kripto masih mengacu pada PMK No. 68 Tahun 2022, yang menetapkan:
✔ PPN transaksi kripto di exchange resmi: 0,12% dari nilai transaksi.
✔ PPN di exchange tidak terdaftar: 0,24%.
Hingga kuartal pertama 2025, pajak dari sektor kripto sudah menyumbang Rp 1,21 triliun ke kas negara, terdiri dari Rp 560,61 miliar PPh 22 penjualan dan Rp 642,17 miliar PPN pembelian. Angka ini menunjukkan potensi besar aset digital terhadap penerimaan pajak negara.
Meski begitu, pelaku industri berharap revisi aturan tidak hanya mengikuti status hukum, tapi juga menjaga daya saing industri kripto. CEO Tokorypto, Calvin Kizana, meminta agar pajak kripto disamakan dengan saham. “Kalau saham dikenakan pajak final yang lebih ringan, kripto sebaiknya tidak dibebani pajak berlebih,” tegasnya.
Pendekatan pajak yang proporsional dinilai dapat menciptakan iklim usaha yang sehat dan menarik investor, baik ritel maupun institusi, sehingga mendorong pertumbuhan ekosistem aset digital Indonesia secara berkelanjutan.
Leave a Reply