SATUKLIKMEDIA.COM, MAKASSAR — Pemerintah Kota Makassar resmi meluncurkan program Urban Farming atau pertanian perkotaan sebagai upaya strategis mengatasi keterbatasan lahan dan memperkuat ketahanan pangan di wilayah kota. Program ini digagas sebagai gerakan kolektif masyarakat yang menjadikan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sebagai garda terdepan.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyebutkan bahwa lebih dari 6.000 RT di seluruh penjuru kota akan dilibatkan aktif dalam pelaksanaan program ini. Urban farming, menurutnya, bukan hanya solusi pertanian di ruang sempit, tetapi juga alat edukasi dan pemberdayaan ekonomi keluarga.
“Makassar tidak punya banyak lahan pertanian. Urban farming hadir sebagai jawaban kreatif masyarakat kota yang ingin tetap mandiri pangan. Ini akan terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah rumah tangga, sehingga bisa menjadi gerakan lingkungan yang utuh,” ungkap Munafri saat meresmikan program tersebut, Minggu (3/8/2025), di Kelompok Wanita Tani (KWT) Talas, Jalan Sunu, Kompleks Unhas.
Acara peluncuran turut dihadiri Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham, Ketua TP PKK Makassar Melinda Aksa Mahmud, Sekda Kota Makassar Andi Zulkifly Nanda, sejumlah kepala SKPD, tim ahli pemerintah kota, dan akademisi dari Universitas Hasanuddin.
Dalam sambutannya, Munafri menekankan bahwa gerakan ini akan dijalankan secara menyeluruh hingga ke tingkat akar rumput. Setiap RT diwajibkan menjalankan urban farming, yang nantinya akan disinergikan dengan berbagai teknologi pengelolaan sampah, seperti biopori, komposter, eco-enzyme, hingga budidaya magot.
“Urban farming ini bukan lagi sekadar program dinas. Ini sudah masuk dalam sistem struktural kewilayahan yang konkret. Ini gerakan sosial, lingkungan, sekaligus ekonomi,” tegasnya.
Tak hanya menanam sayuran atau buah, masyarakat juga didorong membudidayakan ikan dalam ember (budikdamber), beternak ayam petelur, bahkan mengembangkan tanaman hias bernilai ekonomi tinggi. Pemerintah pun menjajaki kerja sama dengan sektor swasta melalui program CSR untuk membina kelompok tani urban di berbagai titik kota.
“Kalau kebutuhan pangan lokal di tingkat RT sudah terpenuhi, hasil panen akan disalurkan ke Pasar Tani yang rutin digelar. Ini sekaligus menjadi jalan pemasaran produk lokal,” tambah Munafri.
Wali kota juga menyampaikan visi besarnya: menjadikan Makassar sebagai pusat eksibisi urban farming nasional dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
“Kita ingin lihat pameran hasil tani di setiap sudut kota. Ini bukan sekadar pertanian, tapi perubahan cara pikir dan cara hidup masyarakat kota,” pungkasnya.
Infrastruktur dan Teknologi Pertanian Kota
Kepala Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Makassar, Aulia Arsyad, menjelaskan bahwa program urban farming sangat relevan mengingat Kota Makassar hanya memiliki sekitar 1.463 hektare lahan pertanian aktif yang tersebar tidak merata.
Sebaran lahan pertanian itu meliputi:
Kecamatan Manggala: 469 hektare
Tamalate: 342 hektare
Tamalanrea: 307 hektare
Biringkanaya: 288 hektare
Panakkukang: 29 hektare
Tallo: 18 hektare
Rappocini: 7 hektare
Dengan keterbatasan itu, DP2 kini aktif mendampingi 458 kelompok tani perkotaan yang terbagi atas:
181 Kelompok Wanita Tani (KWT) Hortikultura
79 Kelompok Tani Pangan
15 Kelompok Peternak
53 Kelompok Pembudidaya Ikan
130 Kelompok Pengolah Produk Pangan
“Kami mendorong adopsi teknologi modern, seperti irigasi dan pemupukan otomatis, solar panel untuk listrik, serta aplikasi nutrisi dan pakan terintegrasi,” ujar Aulia.
Menurutnya, sebagian kelompok tani juga telah menerapkan Smart Digital Farming, yang memungkinkan proses bertani menjadi lebih efisien dan terukur. Ia menyebut tren digitalisasi pertanian kota di Makassar mulai tumbuh positif.
Untuk mendukung pemasaran, DP2 rutin menggelar Pasar Tani dua kali dalam sebulan. Di sini, kelompok tani dapat menjual produk langsung ke konsumen, dari sayuran segar hingga olahan seperti sambal, keripik, dan telur asin.
“Pasar tani adalah ekosistem penting bagi petani urban. Ia tidak hanya menghidupkan ekonomi lokal, tapi juga menciptakan interaksi sosial yang produktif,” tambahnya.
Urban Farming Terintegrasi dengan Lingkungan
Sebagai bentuk integrasi dengan isu lingkungan, Pemkot Makassar juga mengembangkan pengelolaan limbah organik melalui berbagai metode. Budidaya magot menjadi solusi penguraian alami limbah rumah tangga, sementara penggunaan komposter dan edukasi eco-enzyme dilakukan di tingkat keluarga.
DP2 juga bersinergi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta mengaktifkan layanan Animal Care untuk kesehatan ternak skala rumah tangga.
“Urban farming tidak bisa jalan sendiri. Harus menjadi gerakan lintas dinas, lintas sektor, dan lintas komunitas. Kami sangat mengapresiasi peran komunitas pemuda yang menjadikan ini gerakan sosial dan pendidikan,” ucap Aulia.
Dengan kombinasi antara inovasi teknologi, keterlibatan struktural hingga tingkat RT/RW, dan sinergi antar lembaga, Kota Makassar kini bergerak cepat menuju ekosistem urban farming yang berkelanjutan dan inklusif.
Leave a Reply