Respons Penolakan PSEL, Wali Kota Makassar Janji Tak Abaikan Suara Warga

Respons Penolakan PSEL, Wali Kota Makassar Janji Tak Abaikan Suara Warga

Munafri Arifuddin saat menerima audiensi perwakilan warga dari berbagai komunitas di Balai Kota, Selasa (19/8/2025)

SATUKLIKMEDIA.COM, MAKASSAR – Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa Pemerintah Kota tidak akan mengabaikan aspirasi masyarakat terkait rencana pembangunan Proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kecamatan Tamalanrea.

Pernyataan ini disampaikan Munafri saat menerima audiensi perwakilan warga dari berbagai komunitas di Balai Kota, Selasa (19/8/2025). Warga datang menyampaikan keresahan mereka, terutama terkait dampak lingkungan dan kesehatan yang dikhawatirkan muncul dari proyek tersebut.

Aspirasi Warga: Tolak PLTSa di Kawasan Permukiman

Jamaludin, salah satu perwakilan warga Kelurahan Mula Baru, menyampaikan kekhawatiran utama masyarakat. Lokasi pembangunan PLTSa disebut berada sangat dekat dengan permukiman dan sekolah, hanya sekitar 100 meter dari rumah warga dan berbatasan langsung dengan sekolah yang menampung lebih dari 1.000 siswa.

“Kalau proyek ini beroperasi, dampaknya bisa dirasakan hingga 30 tahun ke depan. Kekhawatiran kami terutama soal pencemaran udara, bau, dan kesehatan anak-anak,” ujar Jamaludin.

Ia menambahkan, DPRD Kota Makassar sebelumnya juga menyatakan keberatan dengan pembangunan PLTSa di kawasan permukiman. Bahkan, warga menyoroti adanya aktivitas pengeboran di lokasi meski izin resmi pembangunan belum terbit.

Warga menyampaikan beberapa poin penolakan:

  1. Sekitar 8.500 jiwa berpotensi terdampak langsung dari bau busuk 1.300 ton sampah per hari.
  2. Risiko penyakit ISPA meningkat dua kali lipat, sebagaimana terjadi di PLTSa Benowo, Surabaya, yang jaraknya 1 km dari permukiman.
  3. Kebisingan dari turbin diperkirakan mencapai 50–60 desibel, melebihi baku mutu lingkungan, sementara jaraknya kurang dari 200 meter dari rumah warga.
  4. Potensi pelepasan zat berbahaya seperti dioksin, furan, dan logam berat yang berisiko memicu kanker.
  5. Lindi berpotensi mencemari air tanah dan menimbulkan bau menyengat.

Munafri: Pembangunan Harus Berdasarkan Aspirasi dan Regulasi

Merespons aspirasi tersebut, Munafri menegaskan pemerintah kota tidak akan mengambil keputusan yang merugikan masyarakat. Ia menyatakan, Pemkot Makassar masih menunggu regulasi baru dari pemerintah pusat sebelum melangkah lebih jauh.

“Kami tetap mendengar aspirasi masyarakat. Pembangunan itu penting, tetapi jangan sampai warga dirugikan. Kami menunggu kejelasan regulasi sekaligus memastikan setiap keputusan tidak menimbulkan masalah hukum dan sosial,” tegas Munafri.

Menurutnya, proyek PSEL sebelumnya berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) melalui Perpres 35. Namun, setelah kementerian tersebut ditiadakan, urusan PSEL dialihkan ke Kementerian Koperasi Pangan dan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Saya sudah bolak-balik bertanya ke kementerian, apakah proyek ini masih tunduk pada Perpres 35 atau menunggu aturan baru. Ini penting agar tidak muncul persoalan hukum maupun lingkungan di kemudian hari,” jelasnya.

Soroti Skema KPBU dan Kelayakan Sampah

Munafri juga menyoroti skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam proyek PSEL yang dinilai akan menyerap dana APBD cukup besar. Menurutnya, dana tersebut sebaiknya bisa dialihkan untuk memperkuat pengelolaan sampah langsung di masyarakat.

Ia meminta tim Pemkot menyiapkan kajian maksimal, terutama soal kapasitas sampah di Makassar. Dari total 1.000–1.300 ton sampah per hari, lebih dari 50 persen adalah sampah organik yang sulit dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik sebesar 20–25 MW.

“Kalau kapasitasnya tidak cukup, apakah harus ambil sampah dari daerah lain? Ini yang harus dikaji serius,” tegasnya.

Alternatif: Kelola Sampah di Sumbernya

Sebagai alternatif, Munafri mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah dengan fokus pada pemilahan dan pengolahan di tingkat rumah tangga, TPS, hingga kelurahan.

“Kalau sampah organik bisa dikelola di sumbernya, jumlah sampah yang tersisa tidak akan cukup lagi untuk PLTSa. Jadi lebih baik kita fokus pada pengelolaan langsung,” ujarnya.

Pemkot juga tengah menguji coba insinerator ramah lingkungan di sejumlah titik sebagai upaya mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa yang kini menampung sampah dengan ketinggian mencapai 16 meter di atas lahan 19,1 hektare.

Pastikan Kajian Sebelum Keputusan Final

Munafri menegaskan hingga kini Pemkot Makassar belum mengambil keputusan apapun soal PSEL. Sebab, proyek ini masuk kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan perusahaan pengelola yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.

“Proyek ini sudah dalam kerangka PSN, tapi saya ingin memastikan semua kajian, aturan, dan dampaknya jelas sebelum ada keputusan final,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah kota tidak menolak investasi, tetapi setiap investasi harus selaras dengan kepentingan masyarakat. “Kalau investasi justru merugikan warga, lebih baik tidak ada investasi sama sekali,” tegasnya.

Dalam waktu dekat, Munafri dijadwalkan menghadiri rapat koordinasi di Jakarta bersama kepala daerah lain untuk membahas pembangunan PSEL secara nasional. Ia menyatakan akan membawa tiga isu utama: dampak lingkungan, legalitas administrasi, dan pemilihan lokasi yang tidak merugikan masyarakat.

Leave a Reply