SATUKLIKMEDIA.COM, MAKASSAR – Program seragam sekolah gratis yang baru saja diluncurkan Pemerintah Kota Makassar menuai polemik setelah salah satu lembaga berbasis hukum melaporkan dugaan pelanggaran ke Polda Sulsel. Menanggapi hal tersebut, Ketua Lingkar Mahasiswa Hukum (LMH) Sulsel, Andi Alvin Asgaf, angkat bicara dan menilai laporan itu terkesan dipaksakan serta sarat kepentingan di luar substansi hukum.
Alvin menegaskan, program seragam gratis yang diinisiasi Wali Kota Makassar merupakan salah satu kebijakan strategis di bidang pendidikan, dengan tujuan pemerataan akses serta meringankan beban masyarakat. Karena itu, menurutnya, laporan yang dilayangkan justru menimbulkan kesan bahwa ada upaya untuk membentuk opini publik negatif terhadap pemerintah kota.
“Seolah-olah program ini bermasalah dalam pengadaan. Padahal, seluruh tahapan sudah dilakukan sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki aturan ketat yang diatur dalam Perpres, baik melalui lelang elektronik maupun swakelola oleh pihak ketiga. Jadi tidak bisa sembarangan dituding maladministrasi,” kata Alvin, Jumat (22/8/2025).
Mekanisme Lelang Elektronik
Alvin menjelaskan, mekanisme lelang elektronik (e-procurement) dalam pengadaan barang/jasa pemerintah berjalan secara otomatis dan transparan. Sistem ini, kata dia, tidak memungkinkan adanya campur tangan manual dari pihak tertentu.
“Lelang elektronik itu tidak bisa diatur seenaknya. Semua peserta diberikan kesempatan yang sama. Jika ada perusahaan yang tidak memenuhi syarat administratif, maka sistem akan otomatis menolak. Jadi pertanyaannya, apa yang sebenarnya dipersoalkan? Kan lucu kalau dasar tuduhannya tidak jelas,” tegasnya.
Ia menilai, laporan yang disampaikan ke aparat penegak hukum seharusnya memiliki dasar hukum yang kuat. Jika tidak, maka laporan tersebut hanya sebatas akal-akalan untuk menciptakan kegaduhan.
“Kalau dasar hukumnya tidak jelas, maka laporan ke Polda Sulsel itu sekadar manuver. Bukan murni untuk mengkritisi, melainkan lebih kepada kepentingan lain di luar hukum,” tambahnya.
Dugaan Kepentingan Politik dan Bisnis
Lebih jauh, Alvin menduga laporan tersebut sarat muatan politik dan kepentingan bisnis. Ia melihat adanya indikasi pihak tertentu yang merasa tidak terakomodir, lalu menjadikan program seragam gratis sebagai alat serangan.
“Bisa saja ada pihak yang kepentingan bisnisnya tidak terakomodir, kemudian menunggangi isu ini. Lalu dipolitisasi untuk membangun kesan buruk. Padahal, program ini baru saja diluncurkan dan belum seratus persen terealisasi, tapi sudah ada yang menuding ada korupsi atau maladministrasi. Itu jelas keliru, bahkan menunjukkan ketidakpahaman terhadap hukum administrasi,” ujarnya.
Menurut Alvin, dalam hukum administrasi, setiap kebijakan publik memiliki mekanisme evaluasi. Karena itu, tidak tepat jika sebuah program langsung disimpulkan bermasalah ketika pelaksanaannya bahkan belum berjalan penuh.
“Dalam hukum, setiap dugaan ada tahapannya. Ada monitoring, ada evaluasi, dan itu dilakukan secara bertahap. Kalau hanya berdasarkan asumsi lalu dijadikan laporan, sama saja kita mengunci sesuatu yang belum terbukti,” jelasnya.
Komitmen Pemerataan Pendidikan
Alvin kembali menekankan, program seragam sekolah gratis sejatinya adalah kebijakan pro-rakyat. Pemerintah Kota Makassar melalui kebijakan ini ingin memastikan anak-anak dari keluarga kurang mampu tetap bisa bersekolah tanpa terbebani biaya tambahan.
“Program Seragam Sekolah Gratis ini adalah bentuk nyata kehadiran pemerintah. Tujuannya jelas: mewujudkan pemerataan dalam dunia pendidikan, mengurangi beban biaya orang tua, sekaligus menciptakan keadilan sosial. Maka tidak tepat jika program yang baru berjalan ini langsung dipersoalkan dengan tudingan yang tidak berdasar,” katanya.
Ia menegaskan, kritik memang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disampaikan dengan dasar hukum yang jelas. “Kritik tanpa dasar hukum hanya akan menciptakan kericuhan dan menyesatkan opini publik,” pungkas Alvin.
Menunggu Evaluasi Resmi
Menurut Alvin, Pemkot Makassar bersama instansi terkait tentu akan melakukan evaluasi terhadap program seragam gratis setelah tahap distribusi berjalan penuh. Dari situ, barulah dapat diketahui apakah ada masalah dalam implementasi.
“Jangan sampai publik digiring dengan asumsi yang tidak terbukti. Sebaiknya kita beri ruang bagi pemerintah untuk menyelesaikan program ini, lalu kita nilai hasilnya secara objektif,” tutupnya.
Dengan demikian, polemik yang berkembang saat ini dinilai tidak lebih dari upaya menggiring opini. Program seragam gratis, kata Alvin, seharusnya mendapat dukungan semua pihak, karena manfaatnya langsung menyentuh masyarakat.
Leave a Reply