Fadli Zon: Sastra Penopang Peradaban dan Perekat Kebangsaan

Fadli Zon: Sastra Penopang Peradaban dan Perekat Kebangsaan

Menteri Kebudayaan saat menerima penghargaan yang diberikan MURI.

SATUKLIKMEDIA.COM, Jakarta – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan pentingnya sastra sebagai pilar peradaban bangsa Indonesia. Menurutnya, karya sastra, terutama puisi, tidak hanya menjadi cermin perjalanan bangsa, tetapi juga berperan sebagai perekat dalam menjaga keutuhan dan keberagaman budaya Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan Fadli Zon dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (24/8), usai menghadiri acara Malam Dzikir Puisi yang diselenggarakan oleh Teater Sastra dan Alumni Universitas Indonesia (UI) lintas generasi di Kampus UI, Depok, Sabtu (23/8).

“Sastra adalah bagian penting dari kehidupan kita. Puisi merekam begitu banyak perjalanan bangsa Indonesia dari era Pujangga Lama, Pujangga Baru, Balai Pustaka, Angkatan 45, hingga Angkatan 66,” kata Fadli.

Sastra dalam Bingkai Peradaban

Fadli menilai acara Malam Dzikir Puisi sangat relevan diselenggarakan pada momentum peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, bangsa ini patut bersyukur karena masih mampu berdiri kokoh dengan segala keberagaman budaya yang dimiliki. Keberagaman itu, lanjut dia, justru menjadi kekuatan perekat bangsa.

“Indonesia tetap ada hingga sekarang karena kita punya kekayaan budaya yang luar biasa, termasuk sastra, yang membuat kita bisa saling menguatkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, sastra memiliki posisi strategis sebagai penopang nilai-nilai peradaban, membentuk karakter bangsa, dan menjadi sumber inspirasi lintas generasi.

Program Kementerian Kebudayaan

Dalam kesempatan itu, Fadli juga memaparkan sejumlah program Kementerian Kebudayaan untuk memperkuat ekosistem sastra di tanah air. Salah satu fokus kebijakan yang tengah didorong adalah internasionalisasi sastra Indonesia agar karya-karya penulis nasional bisa diapresiasi masyarakat dunia.

“Kita ingin karya sastra Indonesia lebih dikenal di kancah internasional, bukan hanya dibaca di dalam negeri. Dengan begitu, nilai-nilai bangsa kita juga bisa tersampaikan ke dunia,” jelasnya.

Fadli mencontohkan upaya konkret lewat penyelenggaraan acara Sasana Sastra: Membaca 80 Tahun Indonesia di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 22 Agustus 2025. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian program Kementerian Kebudayaan dalam memajukan sastra Indonesia.

“Selain memperkenalkan ke dunia luar, kita juga terus menghidupkan ekosistem sastra di dalam negeri. Ekosistem ini sangat penting, termasuk di dalamnya puisi,” ujarnya.

Malam Dzikir Puisi: Ruang Renungan Kebangsaan

Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Indonesia Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Mahmud Subandriyo, menyebut acara Malam Dzikir Puisi di UI merupakan ruang perenungan bersama di tengah berbagai tantangan bangsa.

Menurut Mahmud, masyarakat tidak boleh melupakan kekuatan spiritual sebagai landasan moral dalam menghadapi dinamika kehidupan. “Puisi menjadi sarana membangun peradaban. Ia menghubungkan zikir kita kepada Sang Pencipta sekaligus meneguhkan cinta kepada bangsa,” katanya.

Acara Malam Dzikir Puisi sendiri menampilkan pembacaan puisi oleh sejumlah tokoh alumni UI lintas generasi, mulai dari era 1970-an hingga 2020-an. Di antaranya hadir Sayuti Asyathrie, Linda Djalil, Yahya Andisaputra, Ali Sonhadj, Ishak Rafick, Neno Warisman, I. Yudhi Soenarto, dan Indrajaya Piliang.

Tidak hanya itu, kelompok musik seperti Mawar Merah Putih Indonesia, Swara SeadaNya, D’Yello, serta Ahmad Munjid turut memeriahkan acara dengan musikalisasi puisi bersama mahasiswa UI. Perpaduan antara puisi dan musik ini memberikan nuansa khidmat sekaligus segar dalam menyampaikan pesan-pesan kebangsaan.

Sastra sebagai Warisan Generasi

Fadli Zon menegaskan kembali bahwa sastra merupakan warisan lintas generasi yang harus terus dijaga. Dari karya-karya pujangga terdahulu hingga penulis masa kini, sastra telah mencatat denyut nadi sejarah bangsa sekaligus membentuk kesadaran kolektif rakyat Indonesia.

“Puisi, cerpen, novel, dan karya sastra lainnya adalah dokumentasi peradaban. Ia merekam pergulatan bangsa, perjuangan kemerdekaan, hingga dinamika sosial politik. Karena itu, karya sastra harus terus kita hidupkan,” tegasnya.

Menurutnya, di era globalisasi yang sarat distraksi, keberadaan sastra menjadi semakin penting sebagai media refleksi, perenungan, dan penguatan jati diri bangsa. Ia mengajak generasi muda agar lebih akrab dengan dunia sastra, baik sebagai pembaca maupun pencipta karya.

Harapan ke Depan

Dengan berbagai program penguatan ekosistem sastra, pemerintah berharap karya-karya sastra Indonesia tidak hanya menjadi konsumsi domestik, melainkan juga mampu mendunia. Selain itu, sastra diharapkan terus berperan sebagai sarana perekat bangsa, memperkuat identitas nasional, dan menumbuhkan kesadaran spiritual serta kebangsaan.

“Di tengah derasnya arus globalisasi, sastra adalah jangkar kebudayaan kita. Ia menjadi penopang peradaban dan peneguh kebangsaan,” tutup Fadli Zon.

Leave a Reply