SATUKLIKMEDIA.COM, JAKARTA – Bagi penumpang bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), perjalanan jauh sering kali menghadirkan pengalaman khas: kursi yang nyaman, pemandangan berganti dari balik jendela, hingga musik yang entah mengapa terdengar lebih nikmat dibanding saat diputar di rumah. Fenomena ini ternyata bukan kebetulan, melainkan gabungan faktor psikologis, akustik, dan emosional.
Sayangnya, polemik terkait royalti musik membuat sejumlah perusahaan otobus (PO) mengikuti gerakan Transportasi Indonesia Hening. Akibatnya, banyak kru bus kini dilarang memutar musik selama perjalanan.
1. Perjalanan Bawa Mood Tersendiri
Psikolog Amanda Margia Wiranata menjelaskan, kondisi rileks saat bepergian membuat otak lebih terbuka terhadap stimulus emosional. Penumpang yang hanya duduk menikmati jalanan lebih mudah terhanyut oleh musik, apalagi berpadu dengan suasana malam penuh lampu kota atau pagi dengan hamparan sawah. “Musik bisa memberi kenyamanan, ketenangan, hingga semangat bagi seseorang,” kata Amanda kepada Kompas.com, Minggu (24/8/2025).
2. White Noise dari Mesin Bus
Deru mesin, gesekan ban dengan aspal, dan getaran halus lantai bus membentuk white noise alami. Alih-alih mengganggu, latar suara ini justru membuat musik terdengar bulat dan imersif, mirip efek surround di bioskop.
3. Akustik Kabin yang Unik
Kabin bus merupakan ruang tertutup dengan kaca dan dinding keras. Pantulan suara di dalamnya menghasilkan resonansi khas, sehingga musik terdengar lebih dalam meski speaker bus tergolong standar.
4. Musik + Perjalanan = Memori
Musik kerap melekat pada memori. Lagu yang diputar di bus akan selalu terhubung dengan momen perjalanan tertentu—pemandangan, rasa rindu, atau kegembiraan menuju tujuan. Saat lagu yang sama didengar kembali di kemudian hari, ia dapat memicu nostalgia yang kuat.
5. Efek “Travel Mode”
Perjalanan bus adalah ruang transisi antara asal dan tujuan. Dalam kondisi ini, pikiran cenderung lebih kontemplatif. Musik berperan sebagai teman perjalanan yang menemani keheningan sekaligus mendampingi lamunan penumpang.
Namun kini, banyak penumpang dan pengemudi merasakan perubahan suasana sejak larangan pemutaran musik diberlakukan. Roby Yasir Lana (35), sopir bus PO Hariyanto, mengaku sudah empat hari tidak memutar lagu dalam perjalanannya dari Madura ke Jakarta. “Suasana jadi sangat hening, karena memang ada instruksi dari kantor untuk tidak memutar musik,” ujarnya.
Meski begitu, fenomena musik yang lebih “mengena” di perjalanan bus tetap meninggalkan kesan bagi banyak orang. Setiap lagu yang pernah menemani perjalanan panjang akan selalu menjadi bagian dari memori yang sulit dilupakan.
Leave a Reply