SATUKLIKMEDIA.COM, MAKASSAR – Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, kembali menegaskan komitmennya memperjuangkan kebutuhan dasar masyarakat pesisir dan kepulauan. Hal ini ia sampaikan langsung di hadapan Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, saat kunjungan kerja rombongan MPR ke Balai Kota Makassar, Kamis (28/8/2025).
Dalam forum tersebut, Munafri menyalurkan sejumlah aspirasi warga pulau, mulai dari akses listrik, pembangunan dermaga, hingga ketersediaan fasilitas pendidikan. Ia menekankan bahwa kebutuhan itu bukan sekadar infrastruktur, melainkan penopang utama bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat kepulauan.
“Listrik PLN di pulau-pulau kita masih belum maksimal, sementara dermaga juga sangat dibutuhkan untuk mobilitas warga dan perekonomian. Selain itu, pembangunan Sekolah Rakyat akan menjadi solusi agar anak-anak tidak putus sekolah,” ujar Munafri.
Sekolah Rakyat untuk Anak Kepulauan
Wali Kota yang akrab disapa Appi itu menjelaskan, selama ini rencana pembangunan Sekolah Rakyat di wilayah perkotaan kerap terbentur keterbatasan lahan. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar sekolah terintegrasi dibangun di salah satu pulau di bawah kewenangan Pemkot Makassar.
“Kami ingin ada satu pulau dijadikan pusat pendidikan, mulai SD, SMP, hingga SMA. Dengan begitu anak-anak bisa berkumpul dan melanjutkan sekolah tanpa terhenti di tengah jalan. Tentu harus ditunjang jaringan listrik dan infrastruktur lain,” jelasnya.
Selain pendidikan, Munafri juga menyoroti perlunya layanan kesehatan yang layak serta insentif khusus bagi guru dan tenaga medis yang bertugas di wilayah kepulauan, yang masuk kategori daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Saat ini, Makassar memiliki delapan pulau berpenghuni dengan total penduduk sekitar 12 ribu jiwa. Kebutuhan energi masih sangat bergantung pada PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Kondisi ini rentan karena distribusi listrik bergantung penuh pada pasokan solar.
“Kalau pengiriman solar bermasalah, otomatis listrik padam. Ini yang terus kita cari solusinya bersama PLN,” tambahnya.
Tantangan Sampah di Daratan
Selain membahas kebutuhan masyarakat kepulauan, Munafri juga menyinggung persoalan sampah perkotaan, yang menurutnya kini menjadi perhatian serius Pemkot Makassar.
TPA Antang, kata dia, telah menampung timbunan sampah puluhan tahun dengan luas area sekitar 19 hektare dan ketinggian mencapai 16–17 meter. Kondisi ini dinilai rawan menimbulkan risiko lingkungan, bahkan bisa membahayakan.
“Kalau tidak dikelola dengan teknologi tepat, risikonya bisa berbahaya, bahkan sewaktu-waktu bisa meledak. Karena itu, kami mencari teknologi yang bisa menyelesaikan persoalan ini secara tuntas,” ujarnya.
Pemkot Makassar kini mengarahkan agar hanya residu sampah yang masuk TPA, sementara pengolahan dilakukan sejak dari sumber. Langkah yang ditempuh antara lain mengoptimalkan TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle), bank sampah, dan partisipasi masyarakat.
“TPS 3R dari pemerintah pusat sudah ada, tapi masih harus dimaksimalkan. Bank sampah juga kita dorong agar pemilahan sampah bisa berjalan sejak rumah tangga,” jelas Munafri.
Ia bahkan melibatkan SKPD, kelompok masyarakat, hingga partai politik untuk membina warga di tingkat RT. “Dinas besar seperti PU bisa membina minimal dua RT. Partai politik juga bisa ikut membina. Semua pihak harus kolaboratif,” tegasnya.
Menunggu PSEL dan Dukungan Nasional
Pemkot Makassar juga tengah menunggu realisasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL) yang menjadi program prioritas nasional. Sejumlah perusahaan sudah melakukan penjajakan, namun masih dalam tahap pemilihan mitra.
“Kami tidak menolak pembangunan PSEL, malah konsentrasi penuh agar bisa segera terwujud. Harapannya, pengolahan sampah berjalan lancar sehingga hanya residu yang masuk ke TPA,” tutur Munafri.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menegaskan komitmen pemerintah pusat dalam mencari solusi strategis untuk mengatasi persoalan sampah. Salah satu yang kini diformulasikan adalah pembangunan 33 unit incinerator di berbagai daerah dengan kapasitas minimal 1.000 ton per hari.
“Daerah yang TPA-nya sudah penuh mau tidak mau harus mencari alternatif. Bahkan ada yang menyewa lahan sementara,” ujarnya.
Eddy menjelaskan, pemerintah tengah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) pengelolaan sampah agar lebih sederhana dan menarik bagi investor. Salah satu skema yang ditawarkan adalah menghapus mekanisme tipping fee, diganti dengan skema penjualan listrik hasil pembakaran sampah ke PLN.
“Dengan harga beli listrik PLN yang kini bisa mencapai 20 persen per kWh, investor akan lebih tertarik. Sampah yang dibakar menghasilkan uap, lalu diolah jadi listrik yang langsung diserap PLN,” paparnya.
Aspirasi Disambut Positif
Pertemuan ini juga dihadiri Sekda Makassar Zulkifly Nanda, Kepala DLH Helmy Budiman, serta jajaran staf ahli dan staf khusus MPR RI. Eddy Soeparno menegaskan, aspirasi Pemkot Makassar akan ditindaklanjuti sebagai bagian dari agenda pembangunan nasional.
“Skema ini diharapkan tidak hanya mengurangi beban TPA, tetapi juga menjadi solusi energi terbarukan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat,” tutup Eddy.
Dengan perjuangan aspirasi kepulauan dan strategi pengelolaan sampah berkelanjutan, Munafri berharap Makassar dapat memperkuat dua wajahnya sekaligus: kota pesisir dengan pulau-pulau yang berdaya, serta kota besar dengan tata kelola lingkungan yang modern.
Leave a Reply