Oleh: Mashud Azikin
(Anggota Dewan Lingkungan Hidup Kota Makassar)
Hari ini, Sabtu 20 September 2025, Kota Makassar menjadi saksi bisu sebuah gotong royong besar. Ribuan orang bersatu padu, bahu-membahu dalam satu tujuan: membersihkan lingkungan yang kita sebut rumah. Sebanyak 600 instansi, komunitas, dan sekolah serentak turun di 600 titik kerja bakti, melibatkan lebih dari 15.000 relawan. Tak hanya memungut sampah, mereka juga menanam 1.000 lubang biopori, sebuah langkah cerdas untuk mengurangi genangan dan mengolah sampah organik.
Inilah wajah World Cleanup Day 2025, sebuah gerakan global yang mengajak jutaan orang dari berbagai belahan dunia untuk menyapu bumi dari tumpukan sampah. Mereka datang dengan karung, sarung tangan, dan satu semangat yang sama: menjaga planet agar tetap layak dihuni.
Ancaman Nyata Sampah Dunia
Angka-angka dari Bank Dunia sangat mencengangkan. Produksi sampah global kini melampaui 2 miliar ton per tahun, dengan sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir yang sudah terlalu penuh. Ironisnya, sebagian lainnya hanyut begitu saja ke laut, meracuni biota laut, dan merusak rantai makanan yang menjadi sumber kehidupan kita. Plastik sekali pakai dan limbah rumah tangga telah menjadi momok yang paling serius.
World Cleanup Day bukanlah sekadar aksi memungut sampah selama sehari. Pesannya jauh lebih dalam: mengurangi sampah dari sumbernya. Membawa botol minum sendiri, memilah sampah rumah tangga, atau mengurangi konsumsi plastik sekali pakai memiliki dampak jangka panjang yang jauh lebih besar daripada seribu kali kegiatan bersih-bersih yang bersifat seremonial.
Gotong Royong Global, Solidaritas Lokal
Di Indonesia, semangat partisipasi ini begitu terasa. Komunitas, pelajar, aparat, hingga pejabat publik bergabung membersihkan jalan, bantaran sungai, dan pantai. Di Makassar, aksi tahun ini menjangkau kanal, pesisir Losari, hingga lorong-lorong kecil di tingkat RT/RW.
Lebih dari sekadar aksi lingkungan, World Cleanup Day adalah ruang perjumpaan sosial. Orang-orang dari latar belakang berbeda bisa berdiri sejajar, menyapa, dan bekerja sama dengan satu tujuan. Dari sinilah nilai solidaritas dan kebersamaan tumbuh subur. Ini adalah gerakan kemanusiaan, bukan hanya gerakan lingkungan.
Dari Simbol Menjadi Gaya Hidup
Namun, tantangan terbesar justru datang setelah acara selesai. Semangat kebersamaan ini tidak boleh berhenti hanya pada satu hari peringatan. World Cleanup Day harus menjadi pintu masuk untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan. Prinsip reduce, reuse, recycle—mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang—harus menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita, bukan sekadar slogan yang diucapkan sesekali.
Tema tahun ini sangat menggugah: menyapu bumi sejatinya juga berarti menyapu hati. Menyapu rasa abai terhadap lingkungan, menyapu budaya konsumsi berlebihan, dan menyapu sikap individualistis yang kerap merusak keseimbangan alam.
Karena pada akhirnya, menjaga bumi sama artinya dengan menjaga kehidupan kita sendiri.
Leave a Reply