SATUKLIKMEDIA.COM, MAKASSAR – Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menunjukkan komitmen serius dalam menata wajah kota menjadi lebih rapi, aman, dan modern melalui proyek ambisius Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) atau ducting sharing. Sistem ini bertujuan mengintegrasikan seluruh jaringan utilitas—mulai dari kabel listrik, telekomunikasi, hingga pipa—ke bawah tanah, menghilangkan kesemrawutan kabel udara yang selama ini menjadi pemandangan umum di perkotaan.
Pemmatangan desain dan skema investasi proyek ini dibahas dalam rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, di Balai Kota, Kamis, 25 September 2025. Pertemuan ini dihadiri oleh Komisaris PT Tiga Permata Bersinar, Ricky Fandi, selaku investor, serta jajaran pemangku kepentingan lintas OPD, termasuk Dinas PU, Dinas Tata Ruang, hingga Camat di wilayah strategis.
Wali Kota Munafri menekankan bahwa perencanaan yang matang dan berkelanjutan adalah kunci utama proyek ducting SJUT ini. Ia mendorong agar proyek dapat dikerjakan secara menyeluruh dan tidak menimbulkan monopoli. “Perencanaan untuk kerja sama pemerintah kota harus jelas. Perlu ada batas minimal berapa ruas agar program ini berkelanjutan,” ujar Munafri. Ia juga membuka peluang bagi kolaborasi dengan investor dan provider lain di ruas jalan berbeda untuk mempercepat progres pembangunan dan menjaga estetika kota.
Skema Investasi dan Tantangan Regulasi Retribusi
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar, Andi Zulkifly Nanda, menegaskan bahwa proyek ducting sharing ini tidak lagi dapat mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), melainkan harus berbasis investasi pihak ketiga. Namun, skema kerja sama investasi ini menemui tantangan baru terkait regulasi retribusi daerah.
Zulkifly menjelaskan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 Tahun 2024 menjadi acuan baru yang mengubah mekanisme pembiayaan. Regulasi ini menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa lagi mengenakan biaya sewa (sewa) atas ducting sharing, melainkan harus melalui retribusi daerah.
“Skema kerja sama dengan investor perlu dirancang matang. Kita harus menyiapkan mekanisme yang sesuai regulasi. Ini penting dicermati oleh seluruh SKPD yang terlibat,” kata Zulkifly. Ia juga menyoroti adanya perubahan kewenangan pengelolaan, di mana Dinas Pekerjaan Umum (PU), sebagai pemilik aset jalan, kini menjadi penanggung jawab utama, menggantikan Dinas Tata Ruang.
Dengan potensi investasi fiber optik yang termasuk tertinggi di Indonesia, Zulkifly menegaskan bahwa desain ducting harus dipersiapkan sejak awal untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan jaringan di masa depan. Ia mencontohkan Singapura, yang menerapkan ducting sharing dengan model rapi, efisien, dan meminimalkan kebutuhan penggalian ulang (re-digging) di masa mendatang.
Tahap Awal Pembangunan dan Desain Smart City
PT Tiga Permata Bersinar, melalui Komisaris Ricky Fandi, memaparkan rencana teknis bahwa pembangunan ducting sharing akan mulai dikerjakan pada awal tahun 2026. Proyek tahap pertama ini mencakup enam ruas jalan utama Kota Makassar, di antaranya Jalan Boulevard, Jalan Pengayoman, Jalan Haji Bau, dan Jalan Sultan Hasanuddin.
Rencana investasi tahap pertama yang mencakup sekitar 15 kilometer diperkirakan menelan biaya sekitar Rp33,4 miliar, atau sekitar Rp2,1 miliar per kilometer. Setiap ruas akan dipasang tiga jalur pipa dengan fungsi berbeda: Akses, Backbone (tulang punggung), dan Distribusi.
Ricky menjelaskan, teknik yang dipakai adalah flinching, yang meminimalkan kerusakan badan jalan. Tantangan terbesar dihadapi di Jalan Haji Bau dan Jalan Sultan Hasanuddin, di mana terdapat pipa PDAM dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang tidak terdokumentasi. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan ketat dari dinas terkait.
Fandi menegaskan bahwa pembangunan ducting sharing ini adalah “jalan tol menuju smart city“. Infrastruktur bawah tanah ini akan menjadi fondasi utama transformasi Makassar, memastikan seluruh jaringan kabel fiber optik dan utilitas data masa depan menjadi andal, tertib, dan aman. Dengan sistem Network Operation Center (NOC), gangguan jaringan dapat dideteksi dengan cepat, sekaligus memudahkan identifikasi provider yang perlu penanganan. Targetnya, setiap handhole atau manhole yang dipasang setiap 50 meter diproyeksikan mampu menampung kebutuhan jaringan hingga 5–6 tahun ke depan.
Leave a Reply