Mashud Azikin, Warga Kota Makassar
Di jantung Kota Makassar berdiri sebuah ruang yang menjadi denyut nadi kota: Lapangan Karebosi. Sejak masa kolonial Belanda, lapangan ini bukan sekadar hamparan hijau, melainkan pusat kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Pada awal abad ke-20, Karebosi menjadi saksi parade militer, pertandingan olahraga, perayaan keagamaan, hingga festival rakyat.
Pada dekade 1950–1980-an, Karebosi benar-benar hidup. Anak-anak belajar bersepeda di sana, remaja bermain bola, sementara komunitas seni menggelar pertunjukan terbuka. Ia menjadi ruang publik sejati: egaliter, terbuka, dan menyatukan warga tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi. Siapa pun bebas datang, berolahraga, atau sekadar duduk menikmati sore di bawah pohon rindang.
Namun, arus modernisasi dan komersialisasi perlahan mengubah wajah Karebosi. Revitalisasi pada dekade 2000-an memang menambah fasilitas, tetapi juga membuatnya terasa berjarak. Karebosi yang dulu menjadi milik publik, kian lama semakin tampak eksklusif.
Kini, pada 2025, Pemerintah Kota Makassar di bawah kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin memulai revitalisasi baru dengan semangat mengembalikan fungsinya sebagai ruang publik modern yang tetap berakar pada sejarah. Proyek ini bukan sekadar membangun fisik, tetapi juga merawat identitas kolektif kota.
Tahap awal revitalisasi mengalokasikan Rp40 miliar, diawali dengan review desain oleh BPKP sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Penyesuaian desain 20–30 persen dilakukan agar sesuai standar keamanan dan kenyamanan, termasuk menjaga jogging track yang sudah menjadi ikon kebugaran warga.
Wajah baru Karebosi dirancang lebih inklusif dengan fasilitas modern: loker penyimpanan, wastafel air minum, jogging track berbahan rubber, hingga Sky Track yang menawarkan pengalaman berolahraga di jalur tinggi. Semua ini menunjukkan komitmen Pemkot Makassar menghadirkan ruang publik yang nyaman, terbuka, dan membanggakan.
Namun, revitalisasi fisik saja tidak cukup. Karebosi harus dikelola secara partisipatif, melibatkan komunitas, akademisi, dan warga. Dialog terbuka akan memastikan bahwa Karebosi tetap menjadi ruang untuk semua: tempat anak-anak bermain dengan aman, komunitas olahraga berlatih tanpa biaya, dan warga dari berbagai kalangan berinteraksi tanpa sekat.
Karebosi adalah simbol keterbukaan dan kebersamaan. Revitalisasi kali ini menjadi momentum untuk menghidupkan kembali fungsi sejatinya: ruang napas kota yang merekatkan identitas Makassar sebagai kota inklusif, dinamis, dan berbudaya. Dengan pengelolaan yang transparan, berkelanjutan, dan berpihak pada publik, Karebosi akan tetap menjadi denyut kehidupan kota seperti dulu, dan kini, dengan wajah baru yang membanggakan.
Leave a Reply