SATUKLIKMEDIA.COM, Jakarta – Aksi unjuk rasa yang digelar sejumlah aliansi masyarakat di sekitar kompleks DPR/MPR RI, Senin (25/8/2025), diwarnai kericuhan setelah ratusan pelajar SMA ikut bergabung. Polisi menyebut keterlibatan pelajar tersebut berawal dari ajakan yang beredar luas di media sosial.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan para pelajar itu datang ke lokasi bukan untuk menyampaikan aspirasi, melainkan sekadar menonton jalannya aksi. “Ini pelajar ya, pelajar yang karena mendapat informasi dari media sosial,” kata Ade Ary di Jakarta.
Menurutnya, fenomena ini sangat disayangkan karena terjadi pada jam belajar. Polisi menilai para pelajar mestinya fokus pada kegiatan sekolah, bukan ikut-ikutan dalam demonstrasi yang berpotensi ricuh. “Setelah ditanya sama rekan-rekan kami di lapangan, apa maksud dan tujuan adik-adik pelajar yang datang? Ingin menonton, menonton aksi unjuk rasa. Ini tidak perlu sebenarnya,” ujarnya.
Ajakan Medsos Jadi Pemicu
Ade Ary mengingatkan masyarakat agar lebih bijak menyikapi ajakan-ajakan yang beredar di media sosial. Ia menyebut pesan berantai soal rencana demonstrasi sudah menyebar beberapa hari sebelumnya dan menarik perhatian para pelajar.
“Ajakan-ajakan yang dari medsos beredar beberapa hari lalu itu, mohon kita sikapi dengan bijak, kita pilah, kita komunikasikan. Jangan mudah terprovokasi. Kita harus cerdas dan bijak bermedsos,” tegasnya.
Polisi juga meminta orang tua berperan aktif mengawasi anak-anak mereka agar tidak mudah terjerumus dalam kegiatan yang membahayakan. “Kami imbau para orang tua untuk lebih ketat melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya, terutama yang masih pelajar,” kata Ade Ary.
Situasi di Lapangan
Pantauan di lapangan menunjukkan massa pelajar datang dari arah Palmerah, sementara kelompok mahasiswa bergerak dari arah Gelora Bung Karno (GBK). Dua kelompok massa ini akhirnya bertemu di sekitar Gerbang Pancasila DPR.
Kelompok mahasiswa melakukan orasi dengan tertib meski situasi sempat memanas. Bahkan, orator mahasiswa meminta massa pelajar menjaga ketertiban agar aksi tidak menimbulkan bentrokan. Namun, kondisi berbeda terlihat dari massa pelajar yang mayoritas mengenakan seragam putih abu-abu.
Mereka justru memicu kericuhan dengan melempari petugas menggunakan batu dan botol kaca. Aksi itu memaksa aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa dan mengendalikan situasi.
Pelajar Dipukul Mundur
Hingga sore hari, massa pelajar berhasil dipukul mundur ke arah Palmerah. Sebagian besar tampak berlarian menuju Stasiun Palmerah untuk menghindari gas air mata. Aparat mengamankan sejumlah orang yang diduga provokator atau pelajar yang terlibat langsung dalam kericuhan.
Kerusakan akibat bentrokan tampak jelas di sekitar lokasi. Beton pembatas busway hancur, tanaman rusak, serta sampah berserakan di jalan. Kondisi ini menggambarkan betapa aksi yang awalnya damai berubah menjadi chaos ketika massa tidak terkendali.
Polisi Prihatin
Polisi menyayangkan keterlibatan pelajar dalam aksi unjuk rasa yang sejatinya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat tertentu. Menurut aparat, keterlibatan pelajar justru memperburuk kondisi karena mereka datang tanpa tujuan jelas.
“Kami prihatin dengan adanya pelajar yang ikut-ikutan. Apalagi hanya untuk menonton. Ini justru merugikan diri mereka sendiri karena berpotensi terlibat kericuhan,” ujar Ade Ary.
Polda Metro Jaya memastikan akan melakukan pembinaan kepada pelajar yang diamankan, sekaligus berkoordinasi dengan pihak sekolah dan orang tua. Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Aksi Mahasiswa Masih Berlanjut
Sementara itu, massa mahasiswa tetap melanjutkan aksi mereka di depan Gerbang Pancasila DPR. Orasi masih berlangsung hingga menjelang sore. Situasi sempat memanas namun kembali kondusif setelah aparat melakukan pendekatan persuasif.
Ketua DPR RI Puan Maharani sebelumnya menyatakan menghormati aksi unjuk rasa sepanjang dilakukan dengan tertib. Ia berharap mahasiswa tetap menyuarakan aspirasi tanpa mengganggu ketertiban umum.
Catatan Penting
Insiden keterlibatan pelajar dalam aksi unjuk rasa di DPR menyoroti dua hal penting. Pertama, masih lemahnya literasi digital di kalangan remaja yang membuat mereka mudah terbawa arus ajakan di media sosial. Kedua, pentingnya peran keluarga dan sekolah dalam memberikan arahan serta pengawasan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa demonstrasi bukan hanya persoalan politik, tetapi juga tantangan sosial bagi generasi muda. Tanpa bimbingan yang tepat, pelajar bisa terjebak dalam situasi berbahaya yang seharusnya tidak mereka hadapi.
Bagi aparat, kejadian ini juga menjadi alarm bahwa pola ajakan di media sosial kian berpengaruh terhadap mobilisasi massa. Strategi pencegahan, edukasi, dan literasi digital menjadi penting agar anak-anak tidak lagi menjadi korban ajakan yang menyesatkan.
Leave a Reply