Jakarta, SATUKLIKMEDIA.COM – Fenomena penurunan angka kelahiran yang selama ini melanda negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, kini mulai terasa di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa warga Indonesia, khususnya di kota besar, semakin enggan memiliki anak.
Secara nasional, Total Fertility Rate (TFR) Indonesia mengalami penurunan tajam. Pada tahun 1971, rata-rata perempuan Indonesia melahirkan sekitar 5 hingga 6 anak sepanjang hidupnya, dengan TFR sebesar 5,61. Namun, pada 2020, angka ini menyusut drastis menjadi 2,18.
Meski angka ini masih lebih tinggi dibanding Korea Selatan yang pada 2024 mencatat TFR sebesar 0,68, tren penurunan di Indonesia patut diwaspadai, terutama jika melihat data dari ibu kota negara.
Jakarta Catat Angka Kelahiran Terendah
Dari seluruh provinsi di Indonesia, DKI Jakarta mencatat angka kelahiran terendah dengan TFR hanya 1,75. Artinya, rata-rata perempuan di Jakarta hanya melahirkan kurang dari dua anak selama masa reproduksinya—jauh di bawah ambang batas 2,1 yang dianggap ideal untuk menjaga kestabilan populasi tanpa mengandalkan migrasi.
Tak hanya itu, Crude Birth Rate (CBR) atau angka kelahiran kasar di Jakarta pun terbilang rendah, yaitu 13,94 kelahiran per 1.000 penduduk. Penurunan ini mencerminkan perubahan struktur demografi yang mulai terlihat di ibu kota dan bisa berdampak jangka panjang.
Mengapa Masyarakat Kota Enggan Punya Anak?
Beberapa faktor turut memicu rendahnya tingkat kelahiran di Jakarta, mulai dari biaya hidup yang tinggi, perubahan gaya hidup, hingga prioritas karier dan pendidikan. Banyak pasangan muda yang memilih menunda memiliki anak atau bahkan enggan berkeluarga karena tekanan ekonomi dan beban finansial di kota besar.
Selain itu, tingkat pendidikan perempuan yang lebih tinggi di Jakarta turut mendorong penundaan usia pernikahan serta keputusan untuk memiliki anak lebih sedikit. Akses yang lebih mudah terhadap alat kontrasepsi dan layanan keluarga berencana juga memberi pasangan kendali lebih besar atas jumlah anak yang mereka inginkan.
Tren ini, jika terus berlanjut, bisa mengarah pada tantangan demografi di masa depan, termasuk potensi krisis tenaga kerja dan penuaan populasi yang lebih cepat dari yang diperkirakan.
Leave a Reply