Amnesti Hasto Tak Ubah Sikap Politik PDIP, Tetap Jadi Partai Penyeimbang

Amnesti Hasto Tak Ubah Sikap Politik PDIP, Tetap Jadi Partai Penyeimbang

Foto: Politisi PDIP Guntur Romli (dok pribadi)

SATUKLIKMEDIA.COM, JAKARTA – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Guntur Romli, menegaskan bahwa pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Presiden Prabowo Subianto tidak akan mengubah sikap politik partainya. PDIP, kata Guntur, sejak awal telah menempatkan diri sebagai partai penyeimbang dan tidak akan bergeser ke arah koalisi pemerintahan maupun oposisi.

Guntur menjelaskan, posisi PDIP sebagai partai penyeimbang telah disepakati secara internal dan ditetapkan dalam forum resmi partai. “Dari awal posisi PDI Perjuangan sebagai partai penyeimbang, tidak bagian koalisi dan juga tidak bisa menjadi oposisi, karena Ibu Megawati konsisten dengan sistem ketatanegaraan kita yang tak mengenal oposisi dan koalisi,” kata Guntur dalam keterangan persnya, Minggu (3/8).

Ia menambahkan, pemberian amnesti kepada Hasto bukanlah bagian dari transaksi politik ataupun isyarat perubahan sikap partai. Menurutnya, keputusan tersebut tidak berpengaruh terhadap arah dan garis perjuangan PDIP yang tetap pada koridor ideologis.

“Meski Mas Hasto dapat amnesti, posisi PDI Perjuangan tetap tidak berubah,” tegas Guntur.

Ia juga menekankan bahwa Megawati Soekarnoputri, sebagai Ketua Umum PDIP, bukanlah tipe pemimpin transaksional. Dalam setiap langkah politik, Megawati selalu berpegang pada prinsip ideologis dan keberpihakan terhadap rakyat. “Kalaupun mendukung program pemerintah Presiden Prabowo, Ketua Umum kami Ibu Megawati memberikan syarat program yang pro rakyat. Kalau tidak, akan tetap melakukan kritik,” ujarnya.

Menurut Guntur, partai berlambang banteng itu tidak melihat keberpihakan politik sebagai persoalan posisi di dalam atau luar pemerintahan. Lebih dari itu, keberpihakan bagi PDIP adalah tentang komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran, konstitusi, dan kepentingan rakyat.

Hal yang sama ditegaskan langsung oleh Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya pada Kongres V PDIP yang digelar di Bali, Sabtu (2/8). Dalam forum nasional tersebut, Megawati dengan tegas menyatakan bahwa PDIP tidak akan menjadi oposisi dan juga tidak serta merta bergabung dalam koalisi pemerintahan. Sebaliknya, PDIP akan menjalankan peran sebagai partai penyeimbang.

“PDIP tidak memosisikan sebagai oposisi dan juga tidak semata-mata membangun koalisi kekuasaan. Kita adalah partai ideologis yang berdiri di atas kebenaran, berpihak pada rakyat, dan bersikap tegas sebagai partai penyeimbang demi menjaga arah pembangunan nasional tetap berada dalam rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak,” ujar Megawati dalam pidatonya yang disambut tepuk tangan kader.

Lebih lanjut, Megawati menjelaskan bahwa arah politik PDIP tidak ditentukan oleh dinamika kekuasaan semata, melainkan oleh prinsip moralitas politik dan ajaran ideologis Bung Karno yang mengedepankan keberpihakan kepada wong cilik. Oleh sebab itu, menurutnya, menjadi penyeimbang bukan berarti pasif, melainkan aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah agar tetap berpihak pada rakyat.

Pernyataan ini sekaligus menjawab spekulasi yang beredar bahwa amnesti terhadap Hasto Kristiyanto merupakan manuver politik yang dapat membuka pintu bagi PDIP untuk masuk dalam lingkar kekuasaan pemerintahan Prabowo. Namun melalui pernyataan para elitnya, PDIP ingin menegaskan bahwa keputusan strategis partai tidak didasarkan pada kepentingan sesaat atau akomodasi politik, melainkan pada prinsip perjuangan yang telah digariskan sejak awal.

Dengan demikian, posisi PDIP saat ini adalah sebagai kekuatan politik yang independen namun tetap bertanggung jawab secara moral dan konstitusional terhadap jalannya pemerintahan. PDIP membuka ruang dukungan terhadap program-program pemerintah yang berpihak kepada rakyat, namun juga siap memberikan kritik konstruktif terhadap kebijakan yang dianggap menyimpang dari kepentingan rakyat.

Langkah PDIP ini menjadi contoh bahwa dalam demokrasi, keberpihakan politik tidak harus berada dalam lingkup formal koalisi, melainkan bisa diwujudkan melalui sikap kritis, kolaboratif, dan ideologis demi memastikan bahwa pembangunan nasional berjalan sesuai dengan amanat konstitusi dan kebutuhan rakyat banyak.

Sumber: cnnindonesia.com

Leave a Reply